Search

Sekaleng Ilmu

ليس لسلطان العلم زوال – Para penguasa ilmu tidak akan pernah sirna

Category

Bahasa Arab

Sepenggal Kisah Ta’aruf dengan Bahasa Arab: Berproses dan Kesabaran

Tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah Islam atau pesantren dan semisalnya bukan halangan untuk terus belajar seperti beberapa orang yang diberikan kesempatan seperti mereka.

Mendekati akhir-akhir tahun 2010

Di tahun ini semua kisah ini dimulai, ketika saat itu rasa ingin tahu, rasa ingin bisa, dan rasa ingin belajar Bahasa Arab mulai tumbuh. Entah dari mana cuma Allah azza wa jalla karuniakan hal tersebut tetiba terbesit dalam hati.

“Saya harus bisa dan mulai belajar Bahasa Arab, Bahasa nya Al-Quran….!”

Alhamdulillah, cepat sekali terjawab.

Waktu itu saya langsung inisiatif googling dimana tempat les-les Bahasa Arab yang ada tidak jauh dari rumah. Seketika ada seorang teman yang memberi informasi bahwa di daerah X ada kajian Bahasa Arab dasar. Super dasar? Ya, dasar banget katanya….

Oke, di waktu yang tepat saya langsung ke TKP sepulang sekolah dan setelah melihat-lihat brosur dan dompet pribadi saat itu, ok bismillah cocok dan mulai lah saya belajar. Saat itu orang tua hanya mau support saya untuk les Bahasa Inggris dan bimbel sedangkan untuk les Bahasa Arab harus mengeluarkan uang dari kocek pribadi.

Kitab Bahasa Arab yang pertama kali saya sentuh adalah buku yang di pakai di Pondok Modern Darussalam Gontor, yaitu Durusul Lughoh Al Arabiyah Gontor. Kitab ini bisa dibilang adalah buku pusakanya Gontor. Mendengar Gontor yang terbesit saat itu adalah sosok Kakak dari Ibu saya yang kebetulan beliau adalah lulusan Gontor dan sekarang punya pesantren di kota Medan, semoga Allah senantiasa menjaga beliau (perantau sejati).

Durusul Lughoh Al Arabiyah Gontor

Buku ini sudah bertahun-tahun dan turun temurun diajarkan di Kuliatul Mu’alimin Islamiyah (KMI) Pondok Modern Gontor dan pondok-pondok pesantren alumninya. Ditulis oleh Imam Zarkasi dan Imam Syubani dan diperuntukkan untuk para pemula dalam belajar bahasa Arab.

Kenangan saya terhadap buku itu cukup kuat, hasil nya adalah buku mufradat kecil yang sampai sekarang masih tersimpan baik untuk menghafal kosakata-kosakata baru dalam Bahasa Arab dan saat itu bersamaan juga dengan menambah vocabulary dalam Bahasa Inggris (gambar nya sudah dekil). Fokus belajar dua bahasa saat itu cukup menyenangkan terlebih Bahasa Arab yang sangat-sangat asing dan belum pernah terbayang bisa diberikan kesempatan untuk mempelajarinya. Waktu itu saya dapat pengajar dari LIPIA, Alhamdulillah banyak sekali faidah yang bisa didapat.

Januari 2011 – Maret 2011

Dalam interval waktu ini, amanah keorganisasian yang melelahkan di SMA mulai berdatangan bertubi-tubi tak kenal ampun. Jadwal belajar sudah mulai terganggu, tapi keinginan belajar masih tetap ada. Terlebih lagi, baru awal-awal mengenal Manhaj Salaf maka semakin bertambah semangat dan keinginan untuk bisa baca kitab-kitab yang biasa Ustadz tenteng kemana-mana saat mereka ngisi.

Waktu itu Allah takdirkan dipertemukan dengan salah seorang Ustadz yang boleh dibilang paling berjasa sepanjang hidup saya (karena pemahanan-pemahaman dasar bahasa arab) lebih kurang dibangun saat saya belajar dengan beliau.

Kitab yang pertama kali dipelajari saat itu adalah Al-Muyassar fii ilmi Nahwi jilid 1 karya Ustadz Aceng Zakaria dan Mukhtashor ‘Ilm Sharf wa Nahwi. Alhamdulillah pada fasa ini untuk pertama kalinya juga saya dibimbing untuk membaca kitab gundul dan hasilnya SAYA BELUM BISA…

Hampir putus asa, kok ternyata susah ya, padahal cuma ingin bisa baca saja, belum ditambah disuruh mengartikan dan sebagainya. Kitab gundul pertama yang dibaca waktu itu adalah Kitab Manhaj Al Firqatun Najiyah Wa Thaifah Al Manshurah, Penyusun: Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.

Kitab Manhaj Al Firqatun Najiyah wa Thaifah Al.jpg

Bisa langsung baca? Tentu tidak…Perjalanan masih panjang nak…Sabar…

Maret 2011-Mei 2012

Disini perjalanan terberat bagi saya untuk tetap istiqomah dan terus belajar. Terbesit sebuah pertanyaan pada diri sendiri, apakah sebodoh inikah diri saya? Sudah mengorbankan waktu, uang, tenaga dan lain sebagainya tapi kok masih belum paham-paham juga.

Di interval waktu ini pun, awal pendakian di medan penuh rintangan akan dimulai tentunya setelah membawa bekal yang boleh dikatakan kurang lebih “cukup” dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Semua cara dilakukan dan semua kesempatan yang ada kaitannya dengan Bahasa Arab coba saya ambil.

Ada beberapa kisah unik:

Biasanya selain belajar mandiri (otodidak), mendengarkan rekaman kajian-kajian nahwu sharaf dan semisalnya, saya sering menjadi “pengemis” ke semua orang yang saya lihat potensial untuk mengajarkan saya agar bisa memahami Bahasa Arab yang “Sulit” (persepsi saat itu).

  1. Pernah bolak-balik Depok-Bekasi karena disana saya mendapatkan satu orang Ustadz yang mau ngajarin saya kitab Jurumiyyah menggunakan Syarah Jurumiyyah Syaikh Shalih Al-Utsaimin. Tidak sampai tamat 100% dan sisanya belajar sendiri. Kitab ini merupakan kitab berbahasa arab pertama yang pernah saya miliki seperti saya pernah menulis dipostingan lain di blog ini

Syarah Jurumiyyah Syaikh Shalih Al-Utsaimin.jpg

  1. Kenangan indah bersama Al-Muyassar fii ilmi Nahwi jilid 1. Kitab ini kitab paling butek dan kusut yang pernah saya punya. Berapa kali saya mengulang kitab ini dengan guru yang berbeda? (Empat kali) 4x. Uniknya sebanyak 4 kali saya mengulang dengan pengajar yang berbeda maka sebanyak 4 putaran pengulangan tersebut pula saya selalu menemukan faidah-faidah baru yang tidak ditemukan di pengulangan sebelumnya.
  1. Ada kisah menarik, pengalaman pribadi saat mengulang kitab Al-Muyassar fii ilmi Nahwi jilid 1 ini dengan salah seorang guru. Saya bolak-balik pergi ke rumah beliau. Saya gerecokin beliau ditengah kesibukannya waktu itu, mungkin bisa disebut seperti mulazamah tapi mungkin sudah keterlaluan dan mungkin merepotkan. Pernah saat memasuki bagian LATIHAN di kitab tersebut, saya akhirnya menyerah dan bingung jawabannya seperti apa. Sang pengajar pun tetap membiarkan hingga saya benar-benar bisa menjawab dengan benar. Pantang diberi tahu jawabannya sebelum saya sendiri menjawabnya dengan benar. Untuk beberapa latihan-latihan soal yang tidak bisa saya jawab, selama saya masih bisa berfikir maka selama itu pula Ustadz tersebut menunggu jawaban saya.

Ustadz  : Gimana udah ketemu jawabannya?

Saya       : Belum Ustadz, bingung, gak kebayang baca nya gimana…

Ustadz  : (nyeduh kopi……)

Ustadz  : Kaif ??

Saya       : Nyerah deh Ustadz, kasih tau aja….

Ustadz  : (makan dulu…..)

Saya       : Mentok banget Ustadz, Irob nya apa ya?

Pengalaman pribadi pernah sampai 30-45 menit lamanya saya dicuekin seperti itu, hingga benar-benar saya yang menjawabnya sendiri dengan benar.

Capek? Iya… Lelah? Tentu saja…

  1. Kenangan bersama Durusul Lughoh Al Arabiyah Jilid 3. Kenangan ini menjadi pelajaran berharga. Terutama mental seorang pejuang pembelajar yang seharusnya tak gampang mundur, tak mudah sakit hati, dan jangan baper kalo dimarahin oleh guru

Durusul Lughoh Al Arabiyah Jilid 3..jpg

Saat itu saya sudah pernah belajar Durusul Lughoh Al Arabiyah Jilid I, Sedangkan Durusul Lughoh Al Arabiyah Jilid 2 waktu itu cuma sebatas baca-baca saja sendiri dan dan alhamdulillah diberi kesempatan kembali untuk “merepotkan” seorang Ustadz untuk belajar kitab ini dan sebagian pembahasan dari Kitab Mulakhkhos Qowa’idul Lughoh Al-Arobiyah.

mulakhos-lughotul-arobiyyah.jpg

Cuma tipikal Ustadz ini cukup berbeda dari yang lainnya.

Ustadz  : Yah, masa kaya gini aja gak tau ente! Percuma Ente udah belajar kitab A, B, C….

Saya       : Bentar Ustadz, lagi mikir dulu nih…

Ustadz  : Udah lahh, ngulang dulu kitab ini deh sana, baru kesini lagi…!!

Saya       : #Jleb #Jleb #Jleb

Sudahlah, bagian itu tidak perlu diceritakan…. Tapi terlepas dari itu semua, saya banyak mendapatkan pelajaran berharga dari beliau terutama dari metode-metode dan cara mengajar yang benar.

Juni 2012- Pertengahan 2014

Kenangan bersama Al-Arabiyyatu Bayna Yaadayk Jilid 1-3 dimulai walaupun gak sampai tamat 100%. Alhamdulillah, saya punya beberapa teman yang mondok dibeberapa pesantren yang tentunya tatkala libur kita bisa saling bertemu.

Seperti biasa mental “Pengemis” itu muncul kembali jika melihat ada orang-orang hebat seperti mereka terlebih lagi jika orang mondok pasti kemampuan verbal mereka keren dan mantap-mantap. Oleh karena itu saya minta diajarin oleh mereka untuk menyelesaikan kitab ini dan diakhiri dengan latihan saat liburan kuliah segera berakhir.

Al-Arabiyyatu Bayna Yaadayk.png

Ternyata Speaking dan Writing di Bahasa Arab memiliki tantangan tersendiri dan hingga saat ini pun masih menjadi tantangan untuk menjadi lebih baik kedepan.

Pertengahan 2013

Setelah berdiskusi kepada orang-orang yang sangat berjasa dalam hidup saya diatas, untuk pertama kalinya saya mencoba mengajar orang lain Bahasa Arab. Saya coba buka kelas online waktu itu. Sederhana sekali, dengan berbasis platform www.wiziq.com saya memulai “sharing ilmu” apa yang telah saya dapatkan kepada adik-adik saya di SMA dulu.

wiziq.jpg

Alhamdulillah semangat belajar mereka tinggi. Ada secerca kenangan-kenangan menarik disana. Terlebih setelah mengetahui beberapa dari mereka sekarang sedang menempuh pendidikan di jenjang selanjutnya dan memiliki kesibukan masing-masing. Alhamdulillah, semoga mereka diberikan keistiqomahan untuk terus menuntut ilmu.

Akhir 2014- Sekarang

Murajaah, Terus Praktek, dan Ajarkan….

Itu sebuah nasihat emas yang terus menancap dari guru-guru senior yang pernah mengajarkan ilmu ke saya. Pada interval waktu ini, mengulang-mengulang menjadi hal yang urgent. Kitab Mulakhkhos Qowa’idul Lughoh Al-Arobiyah sempat mengulang untuk kedua kalinya di fasa ini. Letih dan mulai futur itu pasti saja ada, terlebih jika kita semakin menjauh dari ilmu. Merasa sudah bisa dan lain sebagainya. Di fasa ini juga Alhamdulillah, dapat kesempatan belajar Al-Muyassar fii ilmi Nahwi jilid 2/3 kepada seorang ustadz dari LIPIA semester 8 (saat itu) yang kebetulan “saya culik” untuk nginep di kamar saya selama 10 hari dan dengan kitab yang sama pula di Bandung ada Ustadz yang rutin mengajar kitab Al-Muyassar fii ilmi Nahwi jilid 2/3.

Al-Muyassar fii ilmi Nahwi jilid 3..jpg

Entah mengapa saya senang mengulang-ulang kitab yang sama beberapa kali, karena hampir bisa dipastikan (seperti cerita saya diatas) bahwa akan selalu ada faidah-faidah menarik dan tak terpikirkan sebelumnya di pengulangan-pengulangan tersebut. Percaya atau tidak silahkan dibuktikan sendiri. Ada kitab menarik untuk dibaca yang kebetulan sekarang saya sendiri sedang mencoba menghabiskan  kitab  ini, yaitu Al-Qawa’id Al-Asasiyyah lil-Lughah Arabiyyah. Banyak sekali rekaman-rekaman yang tersedia di internet. Sarana-sarana ilmu begitu banyak dan menyebar luas.

qawaidul asasiyah li lughatil arabiyah.png

Metode Mengajar

Pada fase ini, timbul motivasi ingin mencontoh salah seorang Ustadz yang pernah mengenalkan saya Bahasa Arab (hingga saat ini pun masih). Ada cita-cita, saat kita “sharing ilmu” yang ilmu itu adalah ilmu yang dasar sekali, maka insyaallah semoga dengan bekal tersebut orang yang kita ajarkan akan terus menggunakan ilmu nya tadi sebagai kunci utama ke jenjang selanjutnya. Terlebih lagi Bahasa Arab dengan sejuta keutamaannya. Tipe-tipe murid pun bermacam-macam. Pernah diberikan kesempatan untuk “sharing” ilmu dengan beberapa teman-teman aktivis dakwah di kampus yang ternyata kemampuan Bahasa Arab mereka sangat minim sekali, pernah juga dihadapkan dengan mahasiswa-mahasiswa yang kritis, pernah juga berhadapan dengan bapak-bapak yang sudah lanjut usia namun masih memiliki jiwa pemuda untuk mau belajar Bahasa Arab, pernah juga berhadapan dengan orang-orang di Kota dan orang-orang penuh kesederhanaan di Desa. Semuanya punya tantangan dan kendala tersendiri.

Orang berpendidikan tinggi (Kalangan Mahasiswa, Pemuda, etc):

Biasanya bisa cenderung bisa lebih cepat karena daya tangkap dan semangat mereka menggebu-gebu.

Orang berpendidikan rendah (biasa dari orang-orang desa, Ibu-Ibu, Bapak-Bapak di kampung yang sudah tua:

Biasanya harus sabar dan sabar untuk mengajari mereka, terkadang kita harus bisa memahami kondisi mereka dan tidak bisa menyamakan irama pengajaran dengan orang-orang yang tidak semisal dengan mereka. Namun pada umumnya semangat dan kegigihan mereka perlu dihargai dan di apresiasi.

Beberapa rekaman pengajaran sebagian ada yang ter dokumentasi dengan baik dan ada yang memang tidak ingin di dokumentasi-kan. Setelah didengarkan ulang ternyata masih ada kesalahan dan banyak istilah yang dipermudah untuk mendekatkan pemahaman kepada orang-orang yang level pengajarannya harus di buat sedemikian rupa sehingga bisa dicerna dengan baik. Salah satu yang ter dokumentasi dengan baik dapat didengar disini.

https://archive.org/details/Muyassar1

muyassar archive.PNG

Jangan enggan untuk berbagi ilmu, kita tidak sekaliber Ustadz, tapi setidaknya ada banyak orang yang butuh dengan ilmu sesuai kadar dan kemampuan mereka masing-masing, mengapa kita tidak fasilitasi sesuai kapasitas diri kita? Tidak semua pertanyaan harus bisa kita jawab, tidak semua pertanyaan kita harus tau jawabannya. Diatas langit masih ada langit yang menjulang tinggi. Terus belajar, diskusi, dan bertanya kepada yang lebih berilmu, jika kita tidak tahu atau mengalami kesulitan dalam mengajar.

Bahasa Arab di Islamic Online University (IOU)

Kita harus bersyukur karena kita dilahirkan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan penduduk di negara-negara lain, mayoritas orang Indonesia sudah familiar dengan kosa kata dalam Bahasa Arab. Mengapa? Karena banyak sekali serapan Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia.

Selama kuliah di IOU di semester 2 dan 3 yang lalu saya mendapatkan tiga mata kuliah wajib yang langsung diampu oleh Dr. Abu Ameenah Bilal Philips, yaitu Arabic 100, Arabic 101, dan Arabic 102. Materinya tidak sulit, namun yang sulit adalah memahami istilah-istilah umum di Nahwu dan Sharaf dalam Bahasa Inggris yang tentunya asing terdengar.

bilal pilips.PNG

Cukup menantang memang, ketika belajar satu Bahasa yang bahasa pengantarnya adalah Bahasa Asing lain yang sama-sama kita bukan native di Bahasa tersebut. Banyak manfaat yang didapatkan salah satu nya adalah saya sadar bahwa kembali seperti diawal, orang-orang asing cenderung lebih sulit dalam memahami Bahasa Arab daripada orang Indonesia itu sendiri. Saya memiliki teman-teman dari Rusia, negara-negara pecahan Uni Soviet, Belanda, dan negera-negera di Eropa. Hampir sebagian besar dari mereka merasa kesulitan dalam belajar Bahasa Arab meskipun Bahasa pengantar yang di berikan adalah dengan Bahasa Inggris. Lalu, setidak-tidaknya saya mendapatkan pengalaman berharga, siapa tahu suatu hari nanti diperkenankan untuk mengajar dasar Bahasa Arab untuk orang-orang Asing yang tentunya bahasa pengantar yang digunakan adalah bukan Bahasa Indonesia. Kita pun harus mengetahui istilah-istilah Nahwu semisal Marfu’, Manshub dan Majrur dalam Bahasa Inggris misalkan menjadi accusative case, nominative case, etc…

Masa yang Akan Datang….

Bukan sebanyak apa kajian yang kita hadiri tapi sudah berapa banyak kitab yang telah tamat dipelajari?

Bukan sebanyak apa kitab yang sudah dipelajari tapi sudah berapa banyak ilmu yang diimplementasikan pada diri?

Bukan sebanyak apa ilmu engkau amalkan tapi sudah berapa yang engkau ajarkan?

Bukan sebanyak apa ilmu yang engkau ajarkan tapi sudahkan ilmu tersebut membuat kita menjadi lebih takut kepada Allah azza wa jalla atau malah sebaliknya?

Hidup ini terus berjalan, waktu terus bergulir, sudah sejauh apa diri kita bisa bermanfaat untuk orang lain? Lalu bagaimana kondisi orang-orang terdekatmu kini? Apakah semua yang sudah kamu pelajari dari A-Z hingga saat ini hanya untuk dirimu sendiri saja?

Semoga Allah azza wa jalla menjaga keluarga penulis dan memberikan keistiqomahan dalam kebaikan kepada penulis hingga wafat nya kelak, Aamiin….

Deni Setiawan

2 Rabi’ul Awal 1437 H

Kota Sejuta Taman…

Segera Kembali Kepada-Nya: Menangislah Atas Dirimu

Untukmu yang mendengarkan/membaca nasihat ini:

Tahukah kamu kapan saat yang tepat kamu harus menangis pada-Nya?

Saat kamu melihat kemungkaran namun kamu tidak mengingakarinya …
Saat kamu melihat sebuah kebaikan malah kamu mengabaikannya …

ابك على نفسك

Saat shalatmu hanya menjadi sebuah rutinitas belaka (kosong dan hampa) dan saat shalatmu cuma main-main saja …

ابك على نفسك

Saat kamu tidak bisa merasakan kelezatan ibadah dan rasa indahnya ketaatan kepada Allah…

ابك على نفسك

Saat kamu terus melakukan dosa sedangkan kita mengetahui sedang berhadapan dengan Allah yang mengetahui seluruh hal yang ghaib (tersembunyi)…

ابك على نفسك

Saat kamu terus saja membuang-buang waktu untuk hal yang kamu sendiri tahu hal tersebut tidak bermanfaat sama sekali,

Disisi lain kamu juga tahu bahwa kamu akan dihisab kelak (di akhirat) namun kamu tetap saja lalai …

ابك على نفسك

Saat kamu merasa haru/sedih/baper menonton tayangan yang menggugah hati…
Namun hati mu sama sekali tidak tersentuh (gak bisa menangis) saat dihadapkan dengan kalam Rabb (Al-Quran) …

ابك على نفسك

Saat kamu terus mengejar dunia (sementara)…
Disisi lain kamu enggan untuk mengejar akhirat (pasti)…

ابك على نفسك

Saat kamu sudah sadar (sekali lagi: Sadar) bahwasnya engkau sedang berada di track yang salah, namun waktu terus saja berlalu…

ابك على نفسك

ابك على نفسك

Terangilah kehidupan kamu dengan cahaya hidayah/iman…
Ikutilah  jalan jalan orang yang bertaubat…
Perkayalah hati dengan ketaqwaan (kepada Allah)…
Karena kehidupan ini punya waktu yang terbatas…
Carilah ridha Allah dengan terus taat kepada-Nya…
Niscaya hal tesebut akan membuat kamu bahagia dunia dan akhirat…
Masukanlah Al-Quran dalam hatimu…
Niscaya akan lapang hatimu disetiap waktu…
Hindarilah semua fitnah/godaan…
Sungguh hal tersebut adalah kerugian bagi orang-orang yang lalai…

Agama adalah cahaya kehidupan…
Agama akan memberikan solusi atas kebingungan…
Kembalilah kepada Allah dan bertaubatlah…
Maka naiklah derajat orang yang selalu bertaubat…
Kamu akan merasakan seluruh kebahagian…
Maka begitu indah sekali kesudahan orang orang yang baik (shalih/shalihah)

Syukron dik Arwa yang selalu menginspirasi saya ❤
Syair diakhir begitu indah, menyentuh hati bagi yang memahami…

Konten nasihat singkatnya sungguh menggugah hati dan menyadarkan diri ini.
Semoga menjadi kelak jadi anak yang shalihah dan berbakti kepada orang tua

Semoga orang tuanya (ibu dan bapak) dik Arwa yang ada di balik layar, yang sepertinya selalu mempersiapkan materi, merekam, melatih, dan mengupload ke channel youtube juga diganjar pahala. aamiin

Bandung, 27/9/2015 6.37AM
@study room

Semoga hati ini senantiasa terpaut pada-Nya, bersandar pada-Nya, dan berharap pada-Nya saja.
NB: Terjemahan sangat bebas sedapetnya (bisa jadi ada tambahan/pengurangan didalamnya)

Pembahasan Fail (part 1)

الفاعل

الفاعل هو الأسم المرفوع الذى سبقه فعل مبني للمعلوم أوما في معناه
نحو:

أرسل الله الأنبياء –

يا سليما صدره –

ويدل هذا الأسم على من فعل الفعل أواتصف به

نحو:

– خلق الله السموات والأرض

– ظهر الفساد في البروالبحر

Al-Faa’ilu

Definisi:

Fa’il adalah isim marfu’ yang bentuk fi’il ma’lum atau semisal dengan fi’il ma’lum mendahuluinya. Isim ini menunjukkan siapa orang yang melakukan suatu fi’il atau disifati oleh fi’il tersebut.

Contoh:

  • أرسل الله الأنبياء

Arsalallahu al anbiyaa a

(Allah telah mengutus para nabi)

  • يا سليما صدره

Yaa saliiman shadruhu

(Wahai yang hatinya selamat)

  • خلق الله السموات والأرض

Khalaqollahu assamawaati wal ardhi

(Allah telah menciptakan langit-langit dan bumi)

  • ظهر الفساد في البروالبحر

Zhaharal fasaadu fii albarri wal bahri

(Telah nampak kerusakan di darat dan di laut)

Penjelasan:

Dari definisi fa’il diatas kita dapat menentukan bahwa syarat fail adalah sebagai berikut:

  1. Didahului oleh fiil malum atau yang semisalnya (ما في معناه)

  2. Menunjukkan siapa orang yang melakukan suatu fiil atau orang yang disifati oleh suatu fiil (أواتصف به)

  1. Pembahasan untuk point ke (1)

    Didahului oleh fiil malum

Contoh:

أرسل الله الأنبياء

أرسل adalah fiil malum

الله disebut fail bagi أرسل karena lafadz الله didahului oleh fiil malum. Sedangkan الأنبياء adalah maful bih (objek)

  1. Didahului oleh yang semisal dengan fiil malum (ما في معناه), maka ini perlu perincian. Pada pembahasan ini akan dibahas 3 jenis yang dapat di kategorikan sebagai (ما في معناه)

    1. Mashdar: Isim yang memiliki makna fi’il namun tidak terikat waktu tertentu.

  • Mashdar bisa beramal seperti fiil ketika di sandarkan kepada fail nya.

Contoh:

تأديب الوالد ابنه واجب

Ta’diibul waalidi ibnahu waajibun

Pendidikan ayah/orang tua kepada anaknya adalah wajib

(تأديب) adalah mashdar dan disandarkan kepada (الوالد) sebagai fail nya (fii mahali raf’in), oleh karena itu (ابنه) dibaca nashab (ibnahu) sebagai mafulbih (objek).

Adapun jika kita irab secara dekat maka kalimat (تأديب الوالد ابنه) adalah Mubtada dan (واجب) adalah khabarnya.

Contoh lain:

عجبني ضربك زيدا

‘Ajabaniyy dharbuka zaydaan

Pukulanmu terhadap Zaid menakjubkanku

(ضرب) adalah mashdar dan disandarkan kepada (ك) sebagai fail nya (fii mahali raf’in), oleh karena itu (زيدا) dibaca nashab (zaydaan) sebagai mafulbih (objek).Adapun jika kita irab secara dekat maka kalimat (عجبني) adalah pasangan Fiil-mafbulbih (-aku- ي) dan (ضربك زيدا) adalah Fail nya.

  • Mashdar bisa beramal seperti fiil ketika dalam keadaan marifah (tertentu)

Contoh:

في البحر الطهور ماءه الحلّ ميتته

Fiil bahri aththahuuru maa uhu al hillu maytatuhu

Didalam laut airnya suci lagi mensucikan dan halal bangkainya.

(الطهور) adalah mashdar dalam keadaan marifat, (ماءه) adalah fail nya (fii mahali raf’in) dimana dhamir (ه) kembali kepada kata (البحر). Kemudian (الحلّ) adalah mashdar dalam keadaan marifat, (ميتته) adalah fail nya (fii mahali raf’in) dimana dhamir (ه) kembali kepada kata (البحر). Adapun jika kita irab secara dekat maka kalimat (الطهور ماءه الحلّ ميتته) adalah Mubtada yang diakhirkan dan (في البحر) adalah khabar yang dikedepankan.

2. Isim fail

Isim fail dapat beramal seperti fiil ketika dalam keadaan nakiroh dan dia (اعتمادا) pada:

  • Huruf Istifham

Contoh:

أ ضارب زيد عمرا؟

A dharibun zaiydun amran ?

Apakah zaid akan memukul amr?

(ضارب) adalah isim fail dalam keadaan nakiroh yang sebelumnya terdapat huruf istifham, (زيد) adalah fail nya (fii mahali raf’in). Oleh karena itu (عمرا) dibaca nashab (amran) sebagai mafulbih (objek).

  • Huruf Nafi

Contoh:

ما ضارب زيد عمرا

Ma dharibun zaiydun amran

zaid tidak akan memukul amr

(ضارب) adalah isim fail dalam keadaan nakiroh yang sebelumnya terdapat huruf nafi, (زيد) adalah fail nya (fii mahali raf’in). Oleh karena itu (عمرا) dibaca nashab (amran) sebagai mafulbih (objek).

  • Huruf Nida

Contoh:

يا طالعا جبلا

Yaa thali’an jabalan

Wahai pendaki gunung

(طالعا) adalah isim fail dalam keadaan nakiroh yang sebelumnya terdapat huruf nida, Sedangkan fail nya adalah dhamir mustatir taqdirnya (هو). Oleh karena itu (جبلا) dibaca nashab (jabalan) sebagai mafulbih (objek).

  • Sebagai Hal

Contoh:

جاء زيد راكبا فرسا

Jaa a zaiydun raakiban farasan

Zaid datang dengan mengendarai kuda

(راكبا) adalah isim fail dalam keadaan nakiroh sebagai hal dari shahibul hal (زيد), Sedangkan fail nya adalah dhamir mustatir taqdirnya (هو) kembali kepada (زيد). Oleh karena itu (فرسا) dibaca nashab (farasan) sebagai mafulbih (objek).

  • Sebagai Khabar

Contoh:

زيد ضارب عمرا

Zaiydun dhaaribun amran

Zaid akan memukul amr

(ضارب) adalah isim fail dalam keadaan nakiroh sebagai khabar yang mubtadanya adalah (زيد), Sedangkan fail nya adalah dhamir mustatir taqdirnya (هو) kembali kepada (زيد). Oleh karena itu (عمرا) dibaca nashab (amran) sebagai mafulbih (objek).

  • Sebagai Naat

Contoh:

مررت برجل ضارب عمرا

Marartu birajulin dhaaribin amran

Saya berpapasan dengan seorang laki-laki yang ia hendak memukul amr

(ضارب) adalah isim fail dalam keadaan nakiroh sebagai naat bagi (رجل), Sedangkan fail nya adalah dhamir mustatir taqdirnya (هو) kembali kepada (رجل). Oleh karena itu (عمرا) dibaca nashab (amran) sebagai mafulbih (objek).

Isim fail juga dapat beramal seperti yang semisal fi’il malum ketika isim fail tersebut dalam keadaan marifat, tetapi ini sangat jarang.

Contoh:

الواهب الخير

Alwaahibul khayra

Yang maha pemberi kebaikan

(الواهب) adalah isim fail dalam keadaan marifat yang beramal seperti yang semisal fiil malum, Sedangkan fail nya adalah dhamir mustatir taqdirnya (هو) kembali kepada (الله). Oleh karena itu (الخير) dibaca nashab (khayra) sebagai mafulbih (objek).

3. Shifatul musyabbahah

(صفة المشبهة) dapat beramal seperti yang semisal fiil malum, seperti pada contoh:

محمد حسن وجهه

Muhammadun hasanu wajhuhu

Muhammad adalah dia yang parasnya tampan

(حسن) adalah shifah musyabbahah yang beramal semisal fiil malum, Sedangkan fail nya adalah (وجه). Oleh karena itu (وجه) dibaca marfu. Adapun jika kita irab secara dekat kalimat (محمد) adalah mubtada dan (حسن وجهه) adalah khabar

أحكام الفاعل

للفاعل أحكام, وهي:

  1. وجوب رفعه. مثل:

فازالمجتهد

وقد يجرلفظا:

– بإضافته إلى المصدر, مثل: تأديب الوالد ابنه واجب

– بعد الباء الزائدة, مثل: وكفى بالله شهيدا

– بعد من الزائدة, مثل: ما جاءنا من نذير

– بعد االلام الزائدة, مثل : هيهتا هيهتا لما توعدون

  1. وجوب وقوعه بعد الفعل. مثل:

جاء الحق وزهق الباطل

فان تقدم ما هوفاعل في المعنى كان الفاعل ضميرا مستترا يعود إليه, مثل:

الله يستهزئ بهم

Hukum-hukum mengenai Fail

Hukum-hukum untuk fail ada 7, 2 diantaranya adalah

  1. Wajib Marfu

Contoh:

فازالمجتهد

Faazal mujtahidu

Seorang yang bersungguh-sungguh telah sukses

Namun terkadang di marfu-kan secara lafadz ketika

1. Di idhafatkan kepada mashdar

Contoh:

تأديب الوالد ابنه واجب

Ta’diibul waalidi ibnahu waajibun

Pendidikan ayah/orang tua kepada anaknya adalah wajib

2. Setelah (ب) ba zaidah

Contoh:

وكفى بالله شهيدا

Wa kafaa billahi syahidaa

Dan cukuplah Allah sebagai saksi

(الله) adalah fail walaupun di baca majrur dari fiil (كفى)

3. Setelah (من) min zaidah

Contoh:

ما جاءنا من نذير

Maa jaa a naa min nadzirin

Tidak ada seorang pun pemberi peringatan

(نذير) adalah fail walaupun di baca majrur dari fiil (جاء)

4. Setelah (ل) lam zaidah

Contoh:

هيهتا هيهتا لما توعدون

Hayhata hayhata limaa tuu’aduuna

Mustahil-mustahil apa apa yang telah dijanjikan

(ما) adalah fail walaupun dalam mahal jar (majrur) dari fiil هيهتا) (هيهتا yang merupakan isim fail, Isim fail adalah isim yang memiliki arti seperti fiil, (هيهتا) dalam contoh di atas bermakna jauh/mustahil (بعد)

  1. Keberadaan/posisinya wajib setelah fiil

Contoh:

جاء الحق وزهق الباطل

Jaa al haqqu wa zahaqol baathilu

Kebenaran telah datang dan kebathilan telah sirna

Jika fail mendahului fiilnya maka itu tidaklah disebut sebagai fail namun ia disebut fail secara makna saja atau biasa dikenal sebagai mubtada, adapun fail yang sebenarnya adalah dhamir mustatir yang taqdirnya kembali kepada fail secara makna tersebut.

Contoh:

الله يستهزئ بهم

Allahu yastahziu bihim

Allah mengolok-olok merek

Adapun hukum-hukum fail yang ke-3 hingga ke-7 akan dilanjutkan pada kesempatan yang akan datang, InsyaaAllah

Deni Setiawan
-Al-faqiir ilaa afwi robbih-

Menyentuh Hati yang Memahaminya: Keindahan Bahasa Arab (Bag. 2) cont’d

Sebelum berlanjut menggali keindahan Bahasa Al-Quran, kita harus berkenalan terlebih dahulu dengan apa itu Ilmu Balaghah. Sesuai dengan prolog sebelumnya (disini), penulis sudah memberi sedikit spoiler tentang pembahasan-pembahasan ringan di tulisan mendatang. Semoga kita tetap ikhlas dan tetap semangat untuk mempelajari Bahasa yang super indah nan tiada tandingannya ini.

APA ITU ILMU BALAGHAH?

Secara bahasa, balaghah artinya ‘menyampaikan sesuai kepada tujuannya’. “Manusia baligh” berarti manusia yang telah sampai pada batasan usia yang mendapat kewajiban beban syariat. Makna ini sebagaimana dalam firman Allah azza wa jalla,

حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا

Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu,
(QS: Al-Kahfi Ayat: 90)

Secara istilah, balaghah artinya:

حُسْنُ الكلام مع فصاحته وأدائه لغاية المعنى المراد

“Keindahan dalam berbicara yang disertai kefasihan (ketepatan kata) dan disampaikan untuk menerangkan makna yang diinginkan secara sempurna.” (Al-Balaghah Al-‘Arabiyah, hlm. 103)[1]

Menurut Ali jarim dan Musthafa Amin dalam Balaghatul Wadhihah:

أما البلاغة فهي تأدية المعنى الجليل واضحا بعبارة صحيحة لها في النفس أثر خلاب مع ملائمة كل كلام للموطن الذي يقال فيه والأشخاص الذين يخاطبون.

“Adapun Balaghah itu adalah mengungkapkan makna yang estetik secara jelas dengan menggunakan ungkapan yang benar, agara berpengaruh dalam jiwa, tetap menjaga relevansi setiap kalimatnya dengan tempat diucapkannya ungkapan tersebut, serta memperhatikan kecocokannya dengan pihak yang diajak bicara”

 

Keindahan Al-Qur’an (Kalamullah) akan sangat terlihat dari ilmu ini, membuat yang membacanya akan merasakan sentuhan jiwa, merasa dirinya terpanggil, merasa seolah-olah hati dan bacaan Al-Quran merasa menyatu karena kemulian ayat-ayat Allah. Bagaimana semua perkara-perkara ghaib yang dikabarkan dalam Al-Quran, sungguh, sungguh pasti akan terjadi.

MENEMPATKAN FI’IL MADHI PADA KEJADIAN YANG AKAN DATANG

Semisal dalam ayat ini,

وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا

Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak kami tinggalkan seorangpun dari mereka.

(QS: Al-Kahfi Ayat: 47)

Fi’il Madhi kok digunakan untuk peristiwa yang akan datang? Gak kebalik tuh?

Ya, benar semua sudah tau InsyaaAllah bahwa Fi’il Madhi memang digunakan untuk peristiwa di masa lampau, sebagaimana definsi-definisi dibanyak kitab pelajaran Bahasa Arab (nahwu).

الفعل الماضي

Fi’il Madhi adalah kata kerja (fi’il) yang menunjukkan terhadap suatu kejadian/peristiwa sebelum masa pembicaraan [lampau, telah berlalu].[2]

Contohnya:

فَهِمَ

[Fahima] artinya: “Telah memahami”

خَرَجَ

[Khoroja] artinya: “Telah keluar”

Lantas mengapa dalam ayat tersebut, kejadian yang belum terjadi namun diungkapkan dengan Fi’il Madhi? Seperti pada kalimat berikut

وَحَشَرْنَاهُمْ (dan Kami kumpulkan seluruh manusia)

Bukankah dikumpulkannya manusia tersebut belum terjadi saat ini?

Demikian pula dalam ayat yang lain

وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۚ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ

Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.
(QS: An-Naml Ayat: 87)

Dalam ayat lain juga ada,

وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدتُّمْ عَلَيْنَا ۖ قَالُوا أَنطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan”.

(QS: Fussilat Ayat: 21)

Ket: yang dibold dengan warna merah adalah fi’il madhi dan warna hijau adalah fi’il mudhari

Maka, penempatan fi’il madhi di tempat yang seharusnya diletakan fi’il mudhari (Fi’il yang menunjukkan waktu sedang/akan datang) adalah untuk meyakinkan orang yang diajak bicara akan suatu kejadian yang dianggap BESAR, yang mungkin sebelumnya orang yang diajak bicara tersebut tidak percaya atau bahkan tidak yakin akan suatu peristiwa yang akan datang di kemudian hari.

arab

Dan ungkapan (وَحَشَرْنَاهُم) dengal lafadz fi’il madhi sebagai ganti dari (وَنَحشرهُم) –fi’il mudhari-pent, sedangkan sebelumnya terdapat dua fi’il mudhari (berwarna hijau). Hal ini adalah ‘udul dari fi’il mudhari kepada fi’il madhi untuk menunjukkan atas BENAR-BENAR AKAN TERJADINYA HASY’R (berkumpulnya manusia nanti). Kebenaran akan terjadinya peristiwa tersebut sangat pantas diungkapkan dengan bentuk fi’il madhi yang menunjukkan bahwa kejadian tersebut benar-benar terjadi di waktu lampau. Demikian pula pada ungkapan (فَفَزِعَ) dengan fi’il madhi sebagai ganti (يفزع) untuk tujuan Balaghah bahwasannya KEADAAN TERKEJUT PADA SAAT TIUPAN SANGKAKALA MERUPAKAN PERKARA YANG PASTI TERJADI DAN TIDAK ADA KERAGUAN DIDALAMNYA, sedangkan keadaan makhluk saat itu dalam keadaan takut dan ngeri. Ketika sebuah perkara pasti terjadi, tidak ada yang meperdebatkan seorangpun atasnya maka fi’il madhi itulah yang sesuai untuk mengungkapkan kejadian tersebut, seolah-olah peristiwa tersebut sudah terjadi. Selanjutnya pada ungkapan (لِمَ شَهِدتُّمْ) sebagai penggati dari ungkapan (ويقولون ولم تشهدون) –fi’il mudhari-pent, kerena ucapan dan persaksian itu PASTI TERJADI DI AKHIRAT, oleh karena itu diungkapan dengan fi’il madhi.[3]

Saat kita mengetahui alasan-alasan diatas dan memang begitulah keindahan Bahasa arab, maka seharusnya hati ini akan tergetarkan ketika mendengar ayat tersebut dilantunkan. Bukan tanpa alasan, ketika posisi yang secara logika seharusnya ditempati oleh fi’il mudhari (untuk kejadian-kejadian yang akan datang) justru Allah azza wa jalla ungkapakan dalam bentuk lain, yaitu fi’il Madhi (yang kita semua tahu bahwa penjelasan-penjelasan di banyak kitab-kitab ilmu nahwu menyatakan bahwa fi’il madhi default-nya adalah untuk menunjukkan peristiwa yang telah terjadi).

Disini lah keindahan dan balaghah yang tinggi, dimana penggunaan tersebut menghendaki pembaca/pendengar terhadap ayat tersebut sehingga akan bertambah keimanannya dan ketaqwaannya karena meyakini peristiwa-peristiwa ghaib diatas adalah HAQ!! MasyaaAllah~~~ 🙂

Dulu ketika –bulan Ramadhan-, ada satu faidah menarik yang pernah penulis dengar disalah satu kajian di Masjid Imam Asy-Syafi’i (didaerah tempat penulis tinggal, di Depok) yang saat itu pembahasan kajian adalah seputar hukum-hukum di bulan Ramadhan. Kebetulan ada sedikit kaitannya dengan tema tulisan ini, yaitu sisi Balaghah pada alasan(MENEMPATKAN FI’IL MADHI UNTUK YANG PERISTIWA YANG AKAN DATANG).

Sudahkan anda hafal Do’a berbuka puasa yang shahih dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam?


tentunya –insyaaAllah-  kita semua sudah hafal, doa yang mungkin sering kita dengar (Allahumma laka sumtu, dst) adalah do’a dari hadits yang dhaif[4], yang shahih adalah sebagai berikut:

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ… »

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila beliau berbuka puasa, beliau membaca: “Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu………”

(HR. Abu Daud 2357, Ad-Daruquthni dalam sunannya 2279, Al-Bazzar dalam Al-Musnad 5395, dan Al-Baihaqi dalam As-Shugra 1390. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Albani).

doa-berbuka-puasa
Ketika itu sang Ustadz bertanya kepada jama’ah, siapa yang hafal do’a berbuka puasa yang shahih???

Sontak para hadirin pun bergemuruh («ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ… »)

Hampir semua sudah hafal, Alhamdulillah.
Kemudian Ustadz bertanya “KAPAN BACANYA? SESUDAH ATAU SEBELUM BERBUKA?


Hampir kompak para hadirin pun menjawab, “SESUDAH, SESUDAH, SESUDAH ustadz!!”

Penulis sendiri pun berpendapat demikian karena sesuai artinya, yaitu

ذَهَبَ الظَّمَـأُ، وابْــتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَــبَتَ الأَجْرُ إِن شَاءَ اللهُ

Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu wa Tsabata-l Ajru, Insyaa Allah

“Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah, dan telah diraih pahala, insya Allah.”

Jika artinya telah hilang dahaga, maka pastinya dibaca setelah berbuka puasa dong? Pendapat para ulama yang memperkuat bahwa doa ini dibaca sesudah berbuka dapat dibaca disini >> http://www.konsultasisyariah.com/doa-sahih-berbuka-puasa/ dan disini >> http://muslimah.or.id/ramadhan/doa-berbuka-puasa-yang-shahih.html serta diperkuat juga oleh perkataan Syaikh Ibnu Utsaimin. Syaikh Ibnu Utsaimin menegaskan:

لكن ورد دعاء عن النبي صلى الله عليه وسلم لو صح فإنه يكون بعد الإفطار وهو : ” ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله ”  فهذا لا يكون إلا بعد الفطر

“Hanya saja, terdapat doa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika doa ini shahih, bahwa doa ini dibaca setelah berbuka. Yaitu doa: Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu…dst. doa ini tidak dibaca kecuali setelah selesai berbuka.” (Al-Liqa As-Syahri, no. 8, dinukil dari Islamqa.com)

Keterangan yang sama juga disampaikan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 7428.

Lalu ustadz tersebut berkata, “KELIRU, YANG BENAR ADALAH SEBELUM BERBUKA”
Semua hadirin pun bingung, karena sudah terbiasa membacanya setelah berbuka puasa
(sebab melihat leterlek makna hadits tersebut –telah hilang dahaga- ya lebih pas dibaca setelah berbuka)

Penjelasan dari ustadz :

  1. Yang dimaksud denganإذا أفطر  (lihat hadits lengkapnya diatas -pent) seharusnya diartikan “akan datang” karena idzaa ketika bertemu dengan fi’il madhi (أفطر) maka memberi arti mustaqbal (menunjukkan masa akan datang)  jadi artinya seperti ini >> ketika rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam hendak berbuka, beliau membaca dzahaba zamau dst…

(semoga yang baca gak bingung sama tulisanku, kok malah bahas idza ?! haha, insyaaAllah pembahasan tentang idza ketemu fi’il madhi akan dibahas di tulisan mendatang, insyaaAllah)

  1. Jika diartikan seperti itu, ketika rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam hendak berbuka, beliau membaca dzahaba zamau dst…
    kok do’a nya seperti ini,

ذَهَبَ الظَّمَـأُ، وابْــتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَــبَتَ الأَجْرُ إِن شَاءَ اللهُ

Padahal ذَهَبَ adalah fi’il madhi, maka seharusnya  (يذهَب) yadzahabu –fi’il mudhari  sehingga artinya akan lebih pas (akan hilang dahaga, dst)

Maka faidah yang saya dengar saat itu (faidah tersebut sesuai dengan tema tulisan ini), yaitu:

“itulah kebiasaan orang arab saat ingin mengungkapkan sesuatu yang bentarrr lagiiiiii akan terjadi”  jadi saat kita membaca doa itu sebelum berbuka puasa, walaupun secara zahir maknanya berarti –telah hilang dahaga- padahal mah minum juga belum, kurma pun belum disentuh, lontong pun belum dilahap dan kolek pun belum tercium. Namun pada hakikatnya sungguh sungguh sungguh sungguh sebentar lagi itu akan terjadi, sedikit lagi, bentar lagi dan begitu dekattttttt sekaliiii. Dan ternyata memang benar, sesaat setelah selesai membaca doa tersebut lontong, kolek, dan kurma pun telah sirna dari permukaan bumi (alias langsung dilahap 🙂 ) hahaha. Iya kan?? Pengalaman soalnya.

Sebagai penguat ustadz pun memberi contoh pada lafadz iqomah yang tentunya sering kita dengar

2xقَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ

قَامَتِ adalah fi’il madhi kalo kita artikan secara leterlek maka artinya

“sungguh shalat telah didirikan”

but, shalat aja belum mulai kan, orang-orang masih beresin shaf-shaf nya, Imam masih mengkondisikan para makmum dan Shalat belum mulai kan??
Kenapa pake fi’il madhi? Ya alasannya seperti diatas “ungkapkan sesuatu yang bentar lagiiiiiiiiii akan terjadi” makannya pake fi’il madhi.

Hmmm, sudah terlalu panjang.

Bagaimana indah dan menarik bukan Bahasa Arab itu? Bahasa Al-Quran dan Lisan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam.

Masih enggan untuk memahaminya?

Masih enggan untuk memulai belajar?

Masih enggan namun dengan sejuta kesibukan yang tak pernah anda enggan-kan itu?

Masih bilang Bahasa Arab itu susah? Iya sih susah sedikit~

Masih, masih…….. & masih?

Yasudahhhh, Pecahkan saja gelasnya !! Biar Ramai (?) 😀

Padahal keindahannya akan Menyentuh hati bagi yang memahaminya. Seperti judul tulisan ini Menyentuh Hati yang Memahaminya: Keindahan Bahasa Arab (Bag.2)

———————————–<<<<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>>>>———————————–
Tambahan Faidah Tafsir dari masing-masing ayat diatas biar lebih sempurna dan gak ngegantung kaya jemuran:

  1. (QS: Al-Kahfi Ayat: 47)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata dalam tafsirnya:

وقوله : ( وحشرناهم فلم نغادر منهم أحدا ) أي : وجمعناهم ؛ الأولين منهم والآخرين ، فلم نترك منهم أحدا ، لا صغيرا ولا كبيرا ، كما قال : ( قل إن الأولين والآخرين لمجموعون إلى ميقات يوم معلوم ) [ الواقعة : 50 ، 49 ] ، وقال : ( ذلك يوم مجموع له الناس وذلك يوم مشهود ) [ هود : 103 ]

Yakni Kami himpunkan mereka semua dari yang terdahulu hingga yang kemudian (yang terakhir). Tiada seorang pun dari mereka yang Kami tinggalkan, baik yang kecil maupun yang besar, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:

( قل إن الأولين والآخرين لمجموعون إلى ميقات يوم معلوم ) [ الواقعة : 50 ، 49 ]

Katakanlah, “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang terkemudian
benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.” (Al-Waqi’ah: 49- 50)

( ذلك يوم مجموع له الناس وذلك يوم مشهود ) [ هود : 103 ]

Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapinya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala malaikat). (Hud: 103)

Dalam Tafsir Jalalayn
Maksud ayat diatas adalah

“(Dan) ingatlah (akan hari yang ketika itu Kami perjalankan gunung-gunung) Kami lenyapkan gunung-gunung itu dari muka bumi, hingga gunung-gunung itu menjadi debu yang beterbangan. Menurut qiraat yang lain dibaca Tusayyaru. (dan kamu akan melihat bumi itu datar) tidak ada sesuatu pun yang ada padanya, baik gunung maupun yang lain-lainnya (dan Kami kumpulkan seluruh manusia) baik mereka yang mukmin maupun mereka yang kafir (dan tidak Kami tinggalkan) Kami tidak membiarkan (seorang pun dari mereka.)”

  1. (QS: Al-Naml Ayat: 87)

وَيَوْمَ يُنفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَن شَاءَ اللَّهُ ۚ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ

Dalam Tafsir Jalalayn
Maksud ayat diatas adalah

(Dan hari ketika ditiup sangkakala) tiupan sangkakala malaikat Israfil yang pertama (maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi) mereka ketakutan, sehingga ketakutan itu mematikan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu dengan ungkapan Sha’iqa, yakni terkejut yang mematikan. Dan ungkapan dalam ayat ini dipakai Fi’il Madhi untuk menggambarkan kepastian terjadinya hal ini (kecuali siapa yang dikehendaki Allah) yaitu malaikat Jibril, malaikat Mikail, malaikat Israfil dan malaikat Maut. Tetapi menurut suatu riwayat yang bersumber dari sahabat Ibnu Abbas disebutkan, bahwa mereka yang tidak terkejut adalah para Syuhada, karena mereka hidup di sisi Rabb mereka dengan diberi rezeki. (Dan semua mereka) lafal Kullun ini harakat Tanwinnya merupakan pergantian daripada Mudhaf Ilaih, artinya mereka semua sesudah dihidupkan kembali di hari kiamat (datang menghadap kepada-Nya)dapat dibaca Atauhu dan Atuhu (dengan merendahkan diri) artinya merasa rendah diri. Dan ungkapan lafal Atauhu dengan memakai Fi’il Madhi untuk menunjukkan, bahwa hal itu pasti terjadi.

  1. (QS: Fussilat Ayat: 21)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata dalam tafsirnya:

( وقالوا لجلودهم لم شهدتم علينا ) أي : لاموا أعضاءهم وجلودهم حين شهدوا عليهم ، فعند ذلك أجابتهم الأعضاء : ( قالوا أنطقنا الله الذي أنطق كل شيء وهو خلقكم أول مرة) أي : فهو لا يخالف ولا يمانع ، وإليه ترجعون .

Mereka mencela anggota tubuh mereka dan kulit mereka sendiri karena semuanya bersaksi terhadap diri mereka. Maka pada saat itu semua anggota tubuh mereka menjawab:

قالوا أنطقنا الله الذي أنطق كل شيء وهو خلقكم أول مرة

Kulit mereka menjawab, “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah
menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada yang
pertama kali. (Fushshilat: 21)

Yakni Dia tidak dapat ditentang, tidak dapat dicegah, dan hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Asalullahal Ikhlash……..

Sabtu, 12 Rabbi’1 1436 H

Depok

Deni Setiawan, ST (Semoga cepaT lulussss 🙂 dari kampus berlogo Gajah ini aaminn ya Allah )

-saudaramu yang sedang sama-sama belajar-

Referensi:

[1]http://yufidia.com/balaghah-al-maani-al-bayan-dan-al-badi

[2]Tuhfatus Saniyah Syarh al-Muqaddimah al-Ajurrumiyah

[3]Jawahir Al-Balaghah fi al-ma’ani wa al-bayan wa al-badi’

[4]Doa dengan redaksi ini diriwayatkan Abu Daud dalam Sunan-nya no. 2358 secara mursal (tidak ada perawi sahabat di atas tabi’in), dari Mu’adz bin Zuhrah. Sementara Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang tabi’in, sehingga hadis ini mursal. Dalam ilmu hadis, hadis mursal merupakan hadis dhaif karena sanad yang terputus.

Doa di atas dinilai dhaif oleh Al-Albani, sebagaimana keterangan beliau di Dhaif Sunan Abu Daud 510 dan Irwaul Gholil, 4:38.

Hadis semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath-Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dhaif yaitu Daud bin Az-Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk. Al-Hafidz ibnu Hajar mengatakan:

وَإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ فِيهِ دَاوُد بْنُ الزِّبْرِقَانِ ، وَهُوَ مَتْرُوكٌ

“Sanad hadis ini dhaif, karena di sana ada Daud bin Az-Zibriqon, dan dia perawi matruk.” (At-Talkhis Al-Habir, 3:54).

http://www.konsultasisyariah.com/doa-sahih-berbuka-puasa/

[5]Tafsir Ibnu Katsir bagian Surat Al-Kahfi

Menyentuh Hati yang Memahaminya: Keindahan Bahasa Arab (Bag. 1)

Bismillah…..

Bahasa yang satu ini sungguh sempurna dari segala sisi. Sependek pengetahuan saya, Bahasa Arab paling banyak cabang ilmu-ilmu pendukungnya. Mulai dari yang tidak asing lagi, yaitu Ilmu Nahwu, Sharaf, Lughah, Isytiqaq, Khat, Balaghah, dan mungkin masih banyak lagi yang belum pernah saya dengar.

Ada satu pembahasan Ilmu yang menurut saya merupakan ilmu yang paling membuat seseorang menjadi “Seolah-olah” punya feeling seperti orang Arab asli (walaupun gak 100%, ya seenggaknya 20% feeling nya dapet lah). Soalnya saat kita membaca/mendengar Bahasa Arab dan belum pernah tahu sedikit penjelasan tentang Ilmu Balaghah, biasanya dalam menyikapi suatu kalimat Bahasa Arab akan merasa datar-datar aja, lempeng-lempeng aja, gak ada yang aneh dan hanya bisa paham arti secara leterlek nya saja.

Jadi gini, pernah gak sih saat berbicara kepada seorang sahabat (dalam Bahasa Indonesia) misalnya, disaat kita ingin menyampaikan suatu kabar/berita, sedangkan kita mengetahui bahwasanya dia memiliki tingkat penolakan terhadap suatu kabar/berita yang akan kita sampaikan terhadapnya.

Misal Si Budi baru saja melihat Dosen A di parkiran mobil. Tiba-tiba Si Ahmad memberi kabar kepada si Budi bahwa Kelas Dosen A ditiadakan (mungkin saja Budi tidak membaca jarkoman teman seangkatannya jika kelas memang ditiadakan). Maka sontak Budi pun menolak kabar tersebut

Budi       :“yang benar aja bro, barusan gw liat Dosen A keluar dari Mobil”
Ahmad   :Beneran bud, kelas libur”
Budi       :”gak percaya, barusan banget gw liat Dosen A ada di kampus”
Ahmad   :Beneran deh Bud, Sumpah Kelas libur kok”
Budi       :”Gw mau cek ke kelas dulu lah”
Ahmad  :Ya Allah bud, beneran, sumpah kelas libur, Potong kuping gw kalo gw bohong”

Kasus bisa berbeda jika Budi dalam keadaan netral dan tidak ada kecenderungan apapun dalam memahami berita yang akan dia terima.

Ahmad :”bud, kelas libur”
Budi     :”ohh, oke Alhamdulillah, tau aja banyak deadline laporan, 😀 “

Ilustrasi diatas menggambarkan tatkala kita ingin menggunakan Bahasa Asing pun kita perlu memahami gaya bahasa yang cocok untuk diucapkan kepada lawan bicara sesuai kadar penolakan atau penerimaan suatu kabar yang akan didengarnya nanti. Pemahaman-pemahaman seperti ini dipelajari di Ilmu Balaghah.

saat kita membaca/mendengar suatu tulisan/ucapan berbahasa arab tanpa mengetahui nilai estetika didalamnya pasti respon yang kita rasakan pun akan biasa-biasa aja, tidak ada yang aneh atau tidak ada yang menyentuh perasaan kita sedikit pun. Ya tentu saja, karena Bahasa ibu kita adalah Bahasa Indonesia bukan Bahasa Arab.

Coba saja bayangkan jika Si Budi adalah orang asing yang memiliki Bahasa Ibu bukan Bahasa Indonesia tapi sediki-sedikit bisa ngomong Bahasa Indonesia (mungkin dia Bule, tapi kok Bule namanya Budi?!). Apa yang dia akan pahami? dalam memaknai terms Beneran, Sumpah, Ya Allah, Potong kuping gw dan kata-kata penekanan lainnya. Mungkin dia akan bertanya-tanya apa hubungannya dosen dengan Ya Allah dan kenapa juga kupingnya Ahmad harus di potong Cuma gara-gara Si Budi mau cek kelas?. Yang pada akhirnya Si Ahmad yang sudah mulai lelah pun bergumam dalam hati “yehh dasar Bule b’loon udah gw kasih tau gak percaya”. 😀

Begitu pun dengan kita tatkala mempelajari Bahasa yang baru, kita pun juga harus belajar pada level yang lebih tinggi sehingga jiwa kita bisa menerimanya, perasaan kita lebih menyatu dalam Bahasa tersebut. Tentunya setelah melewati tahapan-tahapan penuh kesabaran nan mengasah logika, memperkaya kosakata, dan membuat pemahaman yang dalam terhadap susunan “Sintaksis dan Grammar” suatu Bahasa tertentu. Pada akhirnya walaupun gak 100% bisa jadi penutur Bahasa asing nan fasih, ya seenggaknya 20% feeling nya dapet lah.

Masih ingin berlama-lama di prolog ini. Karena saat awal menulis, judul artikel sudah saya beri kata >> (Bag. 1) << berarti saya berniat berpanjang-panjang pada tulisan-tulisan berikutnya.

Terkadang hati ini cukup sedih mendengar ungkapan seseorang yang mengatakan Bahasa Arab itu susah bangett, butuh waktu lama belajarnya, gak bisa instant satu minggu langsung bisa.

Seandainya ada tempat kursus yang menawarkan garansi 1 minggu langsung bisa dan lancar berbahasa arab, niscaya saya adalah pendaftar pertama dilembaga tersebut. Jangankan garansi Uang kembali, gak dikembaliin juga gak apa-apa yang penting saya bisa Bahasa Arab.

Namun, sungguh saya harus mengakui “sejenak” (hanya sejenak karena Bahasa Arab itu harus disugestikan mudah,mudah, take it easy, gampang, piece of cakes) bahwa Bahasa Arab memang susah juga ternyata bahkan beberapa survey di dunia sampe mengkategorikan Bahasa Arab sebagai THE HARDEST LANGUAGES TO BE LEARNED IN THE WORLD !!, Lebay? Gak juga karena saya pernah menemukan Info grafis yang menunjukkan bahwa Bahasa Arab adalah Bahasa tersulit yang disejajarkan dengan Bahasa Jepang, China, Korea.

Saya ambil dari https://voxy.com/blog/index.php/2011/03/hardest-languages-infographic/

“Learning a new language can be difficult, but some languages can be trickier than others. For native English speakers, the difficulty level of a new language depends on a variety of factors. So which are the most difficult to learn? And which languages would you be able to master in under a year? View the infographic below to learn more.”

Tangkapan layar 2014-12-31 10.28.18

Why it’s so difficult: Arabic has very few words that resemble those of European languages. Written Arabic also uses fewer vowels, which can be difficult for those learning to read the language.

Untuk Mencapai “kecakapan berbahasa” diperkirakan membutuhkan waktu 1,69 Years (88 Weeks) atau setara 2200 jam belajar.

Waktu 2 tahun ini dengan asumsi bahwa hidupnya hanya di habiskan dengan belajar Bahasa Arab terus menerus selama 2200 jam, haha pasti mabok.

Oke, entah bagaimana penelitian itu dilakukan tapi yang jelas Bahasa Arab dikatakan sulit berdasarkan waktu belajarnya yang membutuhkan waktu yang cukup lama dibandingkan Bahasa-bahasa lainnya.

Bahasa Spanyol, Belanda, Portugis, Swedia, Prancis, Afrika, Italia, Norwegia, Romania adalah Bahasa yang dikategorikan Bahasa pada level EASY hanya butuh waktu 23-44 minggu untuk memperoleh kecapakan dalam Bahasa ini.

Bahasa India, Thailand, Rusia, Serbia, Vietnam, Turki, Polandia, Denmark, Israel, FInladia adalah Bahasa yang dikategorikan Bahasa pada level MEDIUM hanya butuh waktu 44 minggu untuk memperoleh kecapakan dalam Bahasa ini.

Bahasa Arab, Jepang, China, dan Korea merupakan Bahasa dengan level HARD.

Kesimpulan sementara dalam Prolog tulisan ini, bahwa

1. Secara Logika, saat kita sudah menguasai Bahasa dengan kategori HARD, maka seharusnya Bahasa dengan level rendah dibawahnya jauh lebih mudah untuk dipelajari bukan? Yang susah aja lewat apalagi yang ecek-ecek itu mah urusan remeh. Jadi kenapa mesti mendahulukan Bahasa asing yang lebih mudah dari Bahasa arab padahal Bahasa arab adalah Bahasa Al-Quran mu sendiri kawan.

2. Jangan Putus Asa jika mengalami kesulitan dalam menguasai Bahasa yang masuk kategori HARD ini, jika waktu belajarmu saja belum sampe 2200 class hours. Boleh lah anda mengatakan Bahasa Arab itu susah kalo memang benar durasi belajarmu seluruhnya sudah beyond the limit, tetapi kalo baru belajar Bahasa arab dengan durasi 1 jam perminggu, 2 bulan, 3 bulan, 1 semester maka sadarlah itu baru seper-berapanya dari standard data statistik ini.

3. Jika sudah melewati 2200 Class Hours tapi masih belum lancar juga, Maka ingatlah 2200 hours adalah asumsi ideal dengan mengesampingkan faktor lain. Bisa jadi anda harus melihat kembali niat anda, Ikhlas atau tidak, untuk apa mempelajari Bahasa ini. Cek lagi kualitas belajarnya apakah sudah bisa dikatakan anda telah serius dan sungguh-sungguh dalam belajar Bahasa arab. Jika belum maka kembali pada standard diatas.

4. Jangan lupa bahwa Infografis diatas For English Speakers, tidak serta merta bisa disamakan untuk orang-orang Indonesia. Seharusnya kita bersyukur dengan bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ibu kita , mengapa? Karena banyak kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang diserap dari Bahasa Arab, seperti Musyawarah, Ijazah, Iklan, Nikah, Syukur, Sabar, dan masih banyak lagi. Setidaknya ini sudah memudahkan orang Indonesia untuk menyicil “mufradat” dalam Bahasa Arab.

5. Dan ingatlah selalu bahwa Allah berfirman:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ

“Dan sesungguhnya, sungguh telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”(Al-Qamar: 17)

Semoga bermanfaat dan Kebenaran selalu datang dari Allah azza wa jalla.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Deni Setiawan
-saudaramu yang sama-sama sedang belajar
Rabu, 9 Rabbi’1 1436 H

(Bersambung……)

‎Faidah belajar Ilmu Sharaf

faidah

kita tahu bersama di bab الفعل الثلاثيّ المجرّد ( fiil tsulasti mujarad )
ada 6 bab yaitu dengan wazan

bab 1 = فعل-يفعل [ fa’ala – yaf’ulu ] dengan contoh نصر-ينصر [nashoro-yanshuru] = telah menolong
bab 2 = فعل-يفعل [ fa’ala – yaf’ilu ] dengan contoh ضرب-يضرب [dhoroba-yadhribu] = telah memukul
bab 3 = فعل-يفعل [ fa’ala – yaf’alu ] dengan contoh فتح-يفتح [fataha-yaftahu] = telah membuka
bab 4 = فعل-يفعل [ fa’ila – yaf’alu ] dengan contoh علم-يعلم [‘alima-ya’lamu] = telah berilmu
bab 5 = فعل-يفعل [ fa’ula – yaf’ulu ] dengan contoh حسن-يحسن [hasuna-yahsunu] = telah baik
bab 6 = فعل-يفعل [ fa’ila – yaf’ilu ] dengan contoh حسب-يحسب [hasiba-yahsibu] = telah menilai/menghitung

itu merupakan bab dari fiil tsulasti mujarad beserta contohnya yang katanya (contoh tersebut) sudah terstandardisasi oleh ulama bahasa
jadi saat menjelaskan bab 1 fiil tsulasti mujarad maka diberi contoh نصر saat menjelaskan bab 2 maka diberi contoh ضرب dan begitu seterusnya…

nah yang ingin ana share disini adalah ulama bahasa tidak asal dalam memberi contoh dalam masing2 bab tersebut,
para ulama telah menjadikan -dalam contoh tersebut- standar bagaimana perjalanan seorang PENUNTUT ILMU
digambarkan dalam fiil tsulasti mujarad ini perjalanan seorang penuntut ilmu yaitu :

kita semua penuntut ilmu dimulai dari نصر (kita ditolong oleh Allah untuk memahami ilmu ini) lalu kita harus mengalami ضرب (jatuh bangun dalam menuntut ilmu pasti kita rasakan ) setelah itu kalo kita sabar dalam menuntu ilmu kita akan mengalami فتح (akhirnya kita dimudahkan oleh Allah dalam memahami ilmu)
kalo kita sudah melewati tahap tersebut dan senantiasa istiqomah maka kita masuk ke fase علم . namun menjadi berilmu saja belum cukup.

setelah kita berilmu maka kita seharusnya menjadi حسن dalam akhlaq kita,
dan jika kita sudah baik maka kita akan حسب (yang selalu diperhitungkan oleh manusia akan ilmu yg kita miliki, bermanfaat bagi orang lain)

masyaAllah yaa nasihat mereka para ulama,
namun para ulama bahasa tidak berhenti sampai disitu menasihati kita,
coba kita lihat di bab selanjutnya الفعل الرّباعي المجرّد (fiil rubai mujarad)
mengapa para ulama sharaf membuat standar contohnya دخرج [dakhroja=telah jatuh/tergelincir] ? mengapa tidak زلزل [zalzala=telah goncang]?

ternyata ada maksud tertentu dibalik standardisasi tersebut, yaitu
“saat kita sudah merasa berilmu dan dinilai/diperhitungkan oleh manusia علم maka kita harus senantiasa hati hati !!
nanti kita bisa دخرج 😀 😀
karena kalo orang ‘alim sudah jatuh tergelincir sangat BAHAYA, dia bisa SESAT lagi MENYESATKAN orang lain

masyaAllah nasihat yang agung dari para ulama bahasa,

kesimpulannya :
penuntut ilmu awalnya minta tolong kepada orang yang berilmu untuk diajari ilmu
then, dia pasti mendapatkan ضرب dari Allah azza wa jalla melalui gurunya, kehidupannya, belajarnya, dll
maka yang akan sukses dari fase tersebut adalah orang yang sabar!, sebab orang yang dalam menuntut ilmu tidak sabar
satu waktu saja maka dia akan menelan racun kehidupan sepanjang masa.
then, ketika dia sabar maka ilmu itu akan terbuka, karena kita tidak tahu kapan kita dibukakan pintu ilmu oleh Allah,
karena ilmu itu milik Allah.
maka kalo kita punya adab yang baik, kita serahkan pada Allah, Allah yang maha tau kebaikan kita kapan diberi ilmu oleh Allah entah besok , lusa, atau entah sampai kapan tapi yang penting kita terus MENUNTUT ILMU

karena ada banyak orang yang menuntut ilmu tetapi dia tidak mau bermujahadah dan ingin langsung jadi pintar, itu mustahil !!

then, setelah kita berilmu maka kita seharusnya memiliki adab yang baik حسن , karena betapa banyak orang yg sudah berilmu tapi tidak baik akhlaqnya

diselesaikan di Bandung, 4 Februari 2013

_Saudara Seimanmu_

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑